Kamis, 12 November 2015

OBSESI KULIT APEL

Harga apel sekilo berapa ya sekarang? Kalo apel malang sih 12 ribu ada, 16 ribu juga ada tergantung kamu belinya dimana. indomaret, haipermaret, ato pasar dinoyo.
Dulu di jaman gag enak, dimana gula aja masih pahit rasanya, apel termasuk barang mewah bagi keluarga kami. Kami gag setiap saat bisa makan tuh buah. Bisa jadi tiap lima tahun kayak pemilu, itupun oleh-oleh dari tamu. Gag punya duit? entahlah. bapak ibuk mungkin punya prioritas lain yang lebih mendesak. toh dirumah juga banyak gantinya, bebas dipetik, gratis. Ada pepaya, pisang, rambutan, mangga, beserta daunnya.
Pertama kali makan apel sewaktu aku kelas dua SD. Ceritanya, Wati temen sebangkuku hari itu bawa apel. Warnanya ijo, bulat, mulus, dan cuma satu. Sejak pagi dia pamer-pamerin didepan anak-anak. Bilang kalo itu oleh-oleh ayahnya dari kota.
Pas istirahat, dia kupas itu apel pake silet. Aku disebelahnya sambil khidmat memperhatikan jari-jarinya yang lihai.
“Kamu pengen jan?” sontak aku kaget, menatapnya, lalu diem pura-pura polos, berharap dia peka.
“Nih kulitnya aja yaa, soalnya aku suka dagingnya”. Aku tersenyum. terimakasih wat. Melaaas aku mau aja makan kulitnya. bahahahaha. Biarpun cuma kulit, tapi itu juga apel. Apel pertama. thanks god :'( --

“Pak, digunung itu ada apa?” suatu hari aku iseng tanya bapak yang lagi cukuran jenggot.
“Ada pohon.”
“Pohon apel ada?.”
“Ada, pohon yang lain juga ada.”
“Ayok Pak, kapan-kapan ke gunung ya, metik apel sama-sama.”

Aku selalu berharap bapak ngajak jalan-jalan ke gunung sambil metik apel. Walaupun sebenarnya rumahku uda di gunung. Hehehe --

Setiap kali demam, bapak ibuk selalu nanyain pengen makan apa. Aku mah pemakan segala tanpa ada pantangan, tapi kata nenek moyang kalo anak lagi sakit berarti ada sesuatu yang dipengenin. Bapak dan ibuk adalah salah dua yang percaya. Kalo uda keturutan, biasanya gag lama langsung sembuh. Aku bilang pengen apel merah, besar. Malamnya si bapak bawain apel, beneran lo dibeliin warna merah, besar dan cuma satu.
“Dihabiskan ya nak”
“Bapak gimana?”
“Sudah habisin aja. Tidak usah bilang sodara-sodaramu ya.” aku meringis girang. Apel itu kumakan, tapi mataku basah. Mungkin karena badanku terlalu kepanasan atau karena obrolan bapak dan ibuk yang gag sengaja terdengar. Intinya apelnya mahal banget. Hiks hiks makasi lo pak bu. Tunggu ya pak, nanti aku bikin kebun apel sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar