Harga apel sekilo berapa ya sekarang? Kalo apel malang sih 12 ribu ada, 16 ribu juga ada
tergantung kamu belinya dimana. indomaret, haipermaret, ato pasar dinoyo.
Dulu di jaman gag enak, dimana gula aja
masih pahit rasanya, apel termasuk barang mewah bagi keluarga kami. Kami gag
setiap saat bisa makan tuh buah. Bisa jadi tiap lima tahun kayak pemilu, itupun
oleh-oleh dari tamu. Gag punya duit? entahlah. bapak ibuk mungkin punya
prioritas lain yang lebih mendesak. toh dirumah juga banyak gantinya, bebas dipetik,
gratis. Ada pepaya, pisang, rambutan, mangga, beserta daunnya.
Pertama kali makan apel sewaktu aku kelas dua
SD. Ceritanya, Wati temen sebangkuku hari itu bawa apel. Warnanya ijo, bulat, mulus,
dan cuma satu. Sejak pagi dia pamer-pamerin didepan anak-anak. Bilang kalo itu
oleh-oleh ayahnya dari kota.
Pas istirahat, dia kupas itu apel pake
silet. Aku disebelahnya sambil khidmat memperhatikan jari-jarinya yang lihai.
“Kamu pengen jan?” sontak aku kaget,
menatapnya, lalu diem pura-pura polos, berharap dia peka.
“Nih kulitnya aja yaa, soalnya aku suka
dagingnya”. Aku tersenyum. terimakasih wat. Melaaas aku mau aja makan kulitnya.
bahahahaha. Biarpun cuma kulit, tapi itu juga apel. Apel pertama. thanks god :'( --
“Pak, digunung itu ada apa?” suatu hari
aku iseng tanya bapak yang lagi cukuran jenggot.
“Ada pohon.”
“Pohon apel ada?.”
“Ada, pohon yang lain juga ada.”
“Ayok Pak, kapan-kapan ke gunung ya, metik
apel sama-sama.”
Aku selalu berharap bapak ngajak jalan-jalan
ke gunung sambil metik apel. Walaupun sebenarnya rumahku uda di gunung. Hehehe --
Setiap kali demam, bapak ibuk selalu
nanyain pengen makan apa. Aku mah pemakan segala tanpa ada pantangan, tapi kata
nenek moyang kalo anak lagi sakit berarti ada sesuatu yang dipengenin. Bapak dan ibuk adalah salah dua yang percaya. Kalo uda
keturutan, biasanya gag lama langsung sembuh. Aku bilang pengen apel merah, besar.
Malamnya si bapak bawain apel, beneran lo dibeliin warna merah, besar dan cuma satu.
“Dihabiskan ya nak”
“Bapak gimana?”
“Sudah habisin aja. Tidak usah bilang
sodara-sodaramu ya.” aku meringis girang. Apel itu kumakan, tapi mataku basah. Mungkin
karena badanku terlalu kepanasan atau karena obrolan bapak dan ibuk yang gag
sengaja terdengar. Intinya apelnya mahal banget. Hiks hiks makasi lo pak bu. Tunggu
ya pak, nanti aku bikin kebun apel sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar