Selasa, 16 Desember 2014

TUGAS BIOMOL, EKSPRESI GEN, PERBEDAAN GEN PROKARIOT DAN EUKARIOT

This article just to share, not for primary source for your task :D

TUGAS BIOMOL
EXPRESI GEN

Siti Nurjannah
115130100111001

1.      Apa yang membedakan antara gen prokariot dan eukariot?
Berikut perbedaan antara gen prokariot dan eukariot
NO
Karakter
PROKARIOT
EUKARIOT
1

Sederhana
Kompleks
2
Replication bubble pada saat replikasi
Terbentuk 1
Terbentuk lebih dari 1
3
Intron dan exon
Gen tidak dipisahkan menjadi intron dan exon
Memiliki Intron dan Exon
4
Sifat mRNA
RNA bersifat polisistronik yang dikode oleh beberapa gen dan dapat mengkode lebih dari satu protein
1 mRNA mengkode 1 jenis protein
5
Tempat Trankripsi dan Translasi
Transkripsi dan translasi terjadi di tempat yang sama secara simultan
Trankripsi terjadi di nukleus dan translasi di sitoplasma, dan tidak dapat berjalan secara bersamaan
6
panjang total DNA
0,25-3 mm yang mengkode 2000-3000 protein

7
Ukuran genom/rata-rata ukuran gen/jumlah
600 kb-9,5 Mb
950 bp/ 4300
3 Mb-140.000 Mb
2500 bp/ 19.000
8
Operon seperti unit regulator
General
Tidak
9
Transfer Gen Horizontal
Significant
Tak berarti/ dapat diabaikan
10
Intron
Jarang
General
11
Jumlah gen yang berlebih
Jarang
General
12
Level Ploidi
Haploid
Haploid-Poliploid
13
Jumlah kromosom
Satu
Lebih dari satu
14
Heterozigot
Ya
Tidak
15
Materi inti
tersebar
Dalam nukleus
16
Basa nukleotida
Sedikit, Berbentuk sirkuler
Lebih banyak, harus digulung pada protein histon
17
Proses Transkripsi
Sederhana
Lebih rumit karena akses RNA polymerase terhadap DNA dikemas secara kompak dengan protein histon
18
Regulasi sintesa protein
Sederhana
Kompleks



2.      Jelaskan perbedaan langkah spesifik dari transkripsi gen eukariot dan prokariot!
Transkripsi pada Prokariot
Transkripsi berlangsung dalam tiga tahap, yaitu: tahap inisiasi, elongasi dan terminasi. Pada umumnya, gen yang mengkode protein pada prokariot adalah gen dengan kopi tunggal (single copy), sedangkan gen yang mengkode tRNA dan rRNA berupa gen dengan jumlah kopi banyak (multiple copies). Organisasi gen dalam organisme prokariot disebut operon. Suatu operon adalah organisasi beberapa gen struktural yang ekspresinya dikendalikan oleh satu promoter yang sama.
Contoh dari operon adalah lac operon, operon yang mengendalikan kemampuan metabolisme pada E. coli. Terdapat 3 macam gen dalam lac operon, yaitu gen Z (mengkode β-galaktosidase), gen Y (mengkode permease), dan gen A (mengkode trans-asetilase). Masing-masing gen struktural memiliki kodon inisiasi awal dan kodon terminasi, tetapi ekspresinya dikendalikan oleh satu promoter yang sama. Pada saat transkripsi, terbentuk 1 RNAd yang membawa kodon untuk 3 macam polipeptida yang berbeda (polisistronik). Masing-masing polipeptida akan ditranslasi secara independen dari satu untaian RNAd yang sama. 
Beikut penjelasan lebih lanjut tentang tahapan-tahapan dalam proses transkripsi,
A.      Inisiasi
Tahap inisiasi berupa pengenalan holoenzyme (RNA polimerase) pada tapak awal inisiasi atau yang disebut sebagai promoter. Pengenalan promoter ini berlangsung melalui pelekatan/pengikatan holoenzyme (RNA polimerase) pada posisi promoter. Bagian RNA polimerase yang mengenali promoter adalah subunit τ (sigma). 
Semua promoter mempunyai urut-urutan nukleotida yang sama atau sangat mirip. Pada E. coli diketahui ada dua macam urut-urutan promoter yaitu 5'-TTGACA-3' (-35box) dan 5'-TATAAT-3' (-10 box atau Pribnow box). -10 menunjuk pada lokasi box tersebut terdapat berkaitan dengan posisi awal transkripsi.
Pada awal proses pengikatan RNA polimerase (holoenzime) dengan promoter disebut sebagai "kompleks promoter yang tertutup" atau Closed promoter complex (Brown, 1989 dalam Corebima, 2002). Dalam bentuk closed promoter complex, enzim polimerase menutupi atau "melindungi" sekitar 60 bp (base pairs) dari heliks ganda, bermula dari posisi di depan (upstream) -35 box menuju ke arah -10 box. Diduga holoenzyme RNA polimerase secara khusus mengenali -35 box sebagai tapak pengikatan DNA, meskipun kesimpulan ini masih kontroversial. Akan tetapi dinyatakan lagi, bahwa -10 box adalah daerah yang jelas-jelas merupakan tempat pemutusan ikatan hidrogen antara basa (yang disebut peleburan), maupun tempat pertama terbukanya lilitan heliks ganda DNA.
Setelah RNA polimerase berlekatan dengan bagian promoter, selanjutnya akan membentuk formasi open promoter complex, yakni struktur yang terbentuk akibat pemutusan ikatan hidrogen maupun terbukanya lilitan heliks. Dengan terbentuknya open promoter complex tersebut memungkinkan terjadinya proses polimerisasi RNA, setelah terlebih dahulu berlangsung polimerisasi pertama yang menghadirkan dua nukleotida yang pertama.

B.       Elongasi
Setelah tahap inisiasi selesai, maka dilanjutkan dengan tahap elongasi. Selama tahap elongasi, RNA polimerase (core enzyme) memutuskan ikatan hidrogen, serta membuka lilitan heliks ganda. RNA polimerase bergerak sepanjang molekul DNA dan menghubungkan ribonukleotida-ribonukleotida ke ujung 3 pada molekul RNA yang sedang tumbuh, sesuai dengan macam basa pada DNA yang menjadi cetakannya. Proses ini berlangsung dengan arah polimerisasi dari ujung  5 ke ujung 3.
Selama berlangsungnya polimerisasi, bagian molekul RNA yang telah terbentuk, secara bertahap terlepas ikatannya dari untaian DNA pengkode, sehingga memungkinkan segera terbentuknya kembali heliks ganda seperti semula. Dalam hubungan ini bagian DNA yang terbuka, atau yang disebut "gelembung transkripsi" hanya mengandung pasangan basa RNA-DNA sejumlah antara 12 sampai 17.

C.       Terminasi
Proses elongasi pada akhirnya harus dihentikan, penghentian ini dinamakan terminasi. Proses terminasi transkripsi pada prokariot dapat dikelompokkan menjadi 2 kelas, yaitu: (1) terminasi yang ditentukan oleh urutan nukleotida tertentu (rho-independent) dan (2) terminasi yang diatur oleh suatu protein (faktor ρ) (rho-dependent). Kelas pertama dicirikan oleh struktur jepit rambut dan lengkung. Dewasa ini diketahui adanya perbedaan struktur antara terminasi yang tergantung pada faktor ρ (dependent terminator), dan yang tidak tergantung pada faktor ρ atau ρ-independent terminator (Brown, 1989). Dalam hal ini struktur terminator yang tidak tergantung pada faktor ρ memiliki suatu seri pasangan basa A-T langsung mengikuti palindrom. Pasangan basa A-T ini menyebahkan terbentuknya suatu seri 5 sampai 10 U pada ujung 3' dari RNA hasil transkripsi.
Pada prokariot, translasi terjadi sebelum transkripsi sepenuhnya dirampungkan. Hal ini dimungkinkan karena pada prokariot molekul mRNA di translasikan berdasarkan arah dari ujung 5` ke ujung 3`. Selain dari itu, pada prokariot tidak terdapat membran inti, sehingga tidak ada yang memisahkan transkripsi dan translasi (sebagaimana yang terjadi pada eukariot) sehingga translasi dapat segera dilakukan.

Transkripsi pada Eukariot
Mekanisme transkripsi secara umum pada organisme eukariot sama dengan pada prokariot, yaitu melalui tahapan inisiasi, elongasi dan terminasi. Perbedaan antara transkripsi pada eukariot dengan prokariotik adalah RNA polimerase tidak melekat pada DNA selama proses inisiasi.
Inisiasi transkripsi pada eukariot diperantarai oleh faktor-faktor transkripsi yang bersifat spesifik untuk tiap macam RNA polimerase. Segera setelah inisiasi, RNA polimerase langsung berikatan pada DNA. Ketiga macam RNA polimerase pada eukariot membutuhkan prakondisi yang berbeda untuk terlibat dalam transkripsi. Tiga macam RNA polimerase mengenali urutan promoter yang berbeda; dan membutuhkan perangkat protein yang berbeda (disebut “faktor transkripsi” atau “transcription factor”). Berikut penjelasan dari ketiga RNA polimerase yang bekerja pada eukariot.

A.      RNA Polimerase I
RNA polimerase I terletak pada nukleolus dan mengkatalis pembentukan rRNA
B.       RNA Polimerase II
RNA polimerasi II mentranskripsikan sebagian besar gen-gen struktural inti. RNA polimerase II ini bertanggungjawab pada pembentukan pra-mRNA.
C.       RNA Polimerase III
RNA polmerase III, sebagaimana RNA polimerase II, tidak berada di nukleolus, melainkan di nukleoplasma. RNA polimerase III ini mentranskripsikan gen-gen untuk inti kecil RNAs dan tRNAs. Tempt pelekatannya berada di antara gen-gen tersebut.
Sedikit telah disinggung di atas bahwa pada eukariot transkripsi terjadi tidak bersamaan dengan translasi. Dengan adanya membran inti, pada eukariot dapat dibedakan tempat terjadinya transkripsi dan translasi, transkripsi terjadi di dalam inti sedang translasi terjadi di sitoplasma. Waktunya pun tidak dapat terjadi secara bersamaan, sebab sebelum dapat melakukan translasi, harus merampungkan terlebih dahulu proses transkripsi. Proses transkripsi dan translasi pada eukariotpun lebih kompleks daripada prokariot.

3.      Apa jenis sintesis ketika elongasi dari transkripsi dan translasi selesai?

Trankripsi terjadi sintesis mRNA dari DNA template sedangkan pada translasi terjadi penerjemahan mRNA menjadi protein.

TEKNIK ANALISA BIOMOLEKULER BRUCELLOSIS

SORRY MY TASK DONT COMPLETE. JUST FOR LEARN

STUDI KASUS
TABM “BRUCELLOSIS”

 

OLEH:
SITI NURJANNAH 115130100111001
PUTIK CHIPTADINING 115130101111001
NUR LAILATUL MUFIDA 115130101111014
FERRIANTO DKW 115130101111022
EKA NORA VITALOKA 115130101111017



PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013



STUDI KASUS
            Brucellosis adalah penyakit infeksius yang tinggi yang menginfeksi baik manusia maupun hewan. Peralatan standar yang biasa digunakan untuk mediagnosa bakteri ini dengan uji serologis dan uji mikrobiologis. Di kasus ini kita mengevaluasi kemungkinan uji molekuler sebagai alat diagnosa untuk mendeteksi Brucella sp pada susu kerbau. Tujuannya, pertama kita membandingkan perbedaan protokol ekstraksi DNA dan metode PCR pada sampel susu buatan. Metode paling sensitif yang digunakan untuk memeriksa susu serologis positif dan negatif susu. Hasil dari molekuler dibandingkan dengan hasil serologis dan bakteriologis. Diambil 53 Susu sampel dari susu yang positif brucella (dengan rose bengal dan CFT) adalah positif dengan ELISA, 37  positif dengan kultur, 33 positif dengan PCR, dan 35 positif dengan real-time PCR. Dari 37 kultur sampel positif, total 25 positif dengan PCR dan 26 positif dengan real-time PCR. Dari 16 sampel negatif kultur, 8 positif dengan PCR dan 9 positif dengan real-time PCR. Demikian, meskipun Kultur menunjukkan sensivitas yang lebih bagus daripada PCR, beberapa hewan ditemukan positif dengan metode serologis dan tes PCR, negatif dengan kultur susu. Kombinasi dari penggunaan tes bakteriologis dan molekuler meningkatkan angka positif sampel hingga 46. Kesimpulannya, hasil itu menyarankan bahwa aplikasi simultan dari 2 metode deteksi langsung (kultur dan PCR) lebih bermanfaat daripada tes tunggal untuk mendiagnosa Brucella sp. pada susu.
1. TERMINOLOGI
a. Brucellosis adalah penyakit hewan menular yang secara primer menyerang sapi, kambing, babi dan sekunder beberapa jenis hewan lainnya dan manusia. Brucellosis disebabkan bakteri Brucella abortus. Abortus karena Br. abortus umumnya terjadi dari bulan ke-6 sampai ke-9 periode kebuntingan. Kejadian abortus berkisar antara 5-90% di dalam suatu kelompok ternak tergantung pada berat ringan infeksi, daya tahan hewan bunting, virulensi organisme dan faktor-faktor lain (Toelihere, 1985).

b. Protokol ekstraksi atau isolasi asam nukleat merupakan teknik yang melibatkan proses fisik dan kimia. Proses tersebut biasanya dimulai dengan homogenisasi jaringan untuk meningkatkan jumlah sel atau permukaan area yang akan dilisiskan. Homogenisasi jaringan sangat berguna untuk mengekstrak asam nukleat dari organ atau jaringan. Langkah selanjutnya biasanya adalah permeabilisasi sel target. Permeabilisasi sel dapat dilakukan dengan menggunakan detergen non-ionik (sehingga tidak mengikat asam nukleat) seperti Tween, SDS (Sodium Dodecyl Sulfate), Nonidet, Laureth dan Triton. Untuk melepaskan asam nukleat di dalamnya sel perlu dilisiskan terlebih dahulu (biasanya menggunakan bufer hipotonik). Langkah selanjutnya berupa degradasi dan presipitasi protein (dengan pemanasan, enzime proteinase atau dengan menggunakan garam chaotropic). Asam nukleat yang diperoleh dapat dipresipitasi untuk dikonsentrasikan ke dalam volume yang lebih kecil. Presipitat yang sering digunakan adalah isopropanol, etanol, dan PEG (polyethylene glycol). Setelah dilakukan pencucian, langkah terakhir adalah solubilisasi asam nukleat.
c. PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target dengan bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer, dan dilakukan di dalam thermocycler. PCR adalah suatu metode yang menggunakan komponen-komponen replikasi DNA untuk mereplikasi suatu fragmen DNA yang spesifik di dalam tabung reaksi. Metode ini dikembangkan untuk mempercepat isolasi DNA spesifik tanpa membuat dan melakukan pustaka genom. Dua primer oligonukleotida pendek digunakan untuk mengapit daerah DNA yang akan diamplifikasi.
d. Rose Bengal Test (RBT) adalah salah satu dari kelompok pengujian yang menggunakan antigen Brucella, pengujian ini mengandalkan prinsip dari kemampuan antibodi IgM dalam mengikat antigen dalam serum. RBT merupakan pengujian dengan menggunakan cara aglutinasi dengan cara mereaksikan antigen dan antibodi, setiap aglutinasi yang dihasilkan mendakan positip reaksi. Pengujian ini merupakan screening test yang sangat baik tetapi juga sangat sensitif untuk diagnosa hewan individu terutama hewan yang divaksinasi (WHO 2006). Pengujian ini merupakan uji cepat aglutinasi yang hanya dalam waktu kira-kira 4 menit bisa dilihat hasilnya.
e. CFT merupakan uji serologis yang  memungkinkan mendetekasi antibodi yang dapat mengaktifkan komplemen. Imunoglobulin pada sapi yang dapat diaktifkan oleh komplemen ini adalah IgM dan IgG. Menurut beberapa literatur CFT ini tidak menunjukan sensitivitas yang tinggi tetapi menunjukan spesifisitas yang tinggi (Godfroid 2010). Reaksi positif tidak dapat membedakan antara hewan yang divaksin dan infeksi alam (Dirkeswan 2000)
f. Real-Time PCR adalah suatu metode analisa yang dikembangkan dari reaksi PCR. Real time ini juga dikenal sebagai quantitative real time polymerase chain reaction atau Q-PCR. Dimana teknik ini digunakan untuk mengamplifikasi (memperbanyak) sekaligus menghitung (kuantifikasi) jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi tersebut. Real time PCR memungkinkan dilalukan deteksi dan kuantifikasi (sebagai nilai absolut dari hasil perbanyakan DNA atau jumlah relatif setelah dinormalisasi terhadap input DNA atau gen-gen penormal yang ditambahkan) sekaligus terhadap sequens spesifik dari sampel DNA yang dianalisis. Pada analisa PCR konversional deteksi keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi dan pengamatan keberadaan DNA hasil amplifikasi dilakukan di gel agarose setelah dilakukan proses elektroforesis. Sedangkan analisa menggunakan Real Time PCR memungkinkan untuk dilakukan pengamatan pada saat reaksi berlangsung, keberadaan DNA hasil amplifikasi dapat diamati pada grafik yang muncul sebagai hasil akumulasi fluoresensi dari probe(penanda). Pada Real Time PCR pengamatan hasil tidak lagi membutuhkan tahap elektroforensis, sehingga tidak lagi dibutuhkan gel agarose dan penggunaan Ethidium Bromide (EtBr) yang merupakan senyawa karsinogenik. Cara kerja dari Real Time mengikuti prinsip umum reaksi PCR, utamanya adalah DNA yang telah diamplifikasi dihitung setelah diakumulasikan dalam reaksi secara real time sesudah setiap siklus amplifikasi selesai.
g. ELISA adalah salah satu metode yang sederhana, mudah dilakukan, cepat, sensitif, akurat, dan dapat digunakan untuk menguji sampel dalam jumlah banyak. Cara kerja ELISA didasarkan pada konjugasi antara virus, antibodi, dan enzim, dengan menambahkan substrat pewarna.

2. JELASKAN 3 METODE UNTUK MENDETEKSI BRUCELLOSIS YANG DISEBUTKAN DI ATAS! (INFORMASI KELEBIHAN DAN KEKURANGAN)
A. Uji Bakteriologis
B. Uji Serologis
C. Uji Molekuler

3. BUAT ILUSTRASI SEDERHANA DARI HASIL PENEMUAN DI ATAS, MENGAPA MEREKA MENUNJUKKAN HASIL YANG BERVARIASI DARI MASING-MASING METODE?



 Gambar 1. Bagan hasil pengujian dengan beberapa metode

Pada pemeriksaan secara serologis dengan ELISA, semua sampel positif Brucellosis. Sedangkan setelah sampel dikultur hanya 37 sampel yang positif. Hal ini berarti kultur atau cara bakteriologi kurang sensitif dibandingkan dengan ELISA.
Dari 37 sampel positif yang diperiksa dengan kultur, hanya 25 sampel positif dengan PCR, dan 26 positif dengan Real-Time PCR. Hal ini berarti cara kultur lebih sensitif dari pada PCR ataupun Real-time PCR. Namun dari hasil 16 sampel negatif dengan kultur, ternyata positif saat diperiksa dengan PCR dan Real-time PCR yakni berturut-turut 8 positif sampel dan 9 positif sampel. Sehingga, meskipun kultur menunjukkan sensifitas yang lebih bagus dari pada PCR, beberapa hewan ditemukan positif dengan metode serologis dan tes PCR, sedangkan negatif dengan kultur.
Sampel yang diperiksa dengan Real-time PCR lebih tinggi angka positifnya dari pada PCR. Hal ini karena Real-time PCR dapat digunakan untuk menghitung DNA yang dianalisis dan lebih spesifik.

4. BERDASARKAN PENDAPAT KELOMPOKMU, METODE DETEKSI APA YANG TERBAIK DAN COCOK UNTUK MENDETEKSI BRUCELLOSIS? JELASKAN!
Dalam kasus di atas aplikasi simultan dari 2 metode deteksi langsung (kultur dan PCR) lebih bermanfaat dari pada tes tunggal untuk mendiagnosa Brucella sp.
Menurut kelompok kami, metode ELISA sangat efektif untuk digunakan sebagai pendeteksi Brucellosis, namun dengan pertimbangan biaya, bahwa uji ELISA sangat mahal, sehingga metode terbaik adalah mengkombinasikan dengan beberapa metode aplikatif dilapangan, yakni dengan pengujian RBT. Apabila ditemukan sampel positif dengan RBT, maka sampel harus dikonfirmasi ulang dengan pengujian kultur atau uji yang lebih spesifik yakni dengan CFT, ELISA atau dengan PCR.
Hal ini karena pengujian RBT sangat sensitif seperti halnya dengan uji kultur. Namun tidak semua sampel positif tersebut benar-benar terdeteksi Bricellosis, sehingga perlu uji yang sangat spesifik untuk menegakkan diagnosa.


5. BERIKAN KESIMPULAN BERDASARKAN KASUS DIATAS!

Polymerase Chain Reaction PCR

Artikel ini merupakan tugas kuliah berupa makalah review sederhana. Sehingga tidak dapat dijadikan sumber primer. Pertanyaan lebih lanjut dapat hubungi saya di sitinurjannah.id@gmail.com. Thanks for read my blog :D semoga tugas kalian lancar

 
  
TEKNIK ANALISIS BIOMOLEKULER
PCR

Oleh:

SITI NURJANNAH
115130100111001




PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013


PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah metode untuk amplifikasi potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari jumlah nanogram dari DNA template. Proses ini mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif. Polymerase Chain Reaction (PCR) ini dapat digunakan untuk amplifikasi urutan nukleotida, menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi, pada bidang kedokteran forensik serta melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan “finger print”. Tahap – tahap PCR yakni
a.    Denaturasi
Selama proses denaturasi, double stranded DNA akan membuka menjadi single stranded DNA. Hal ini karena suhu tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa nitrogen yang komplemen. Tahap ini berlangsung sekitar 1 hingga 2 menit. Seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90 oC – 95 oC.
b. Penempelan primer
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada template selama 1-2 menit. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50 oC – 60 oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72 oC.
c. Reaksi polimerisasi (extension)
Reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai terjadi pada suhu 72 oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan template oleh DNA polimerase. Durasi tahap ini biasanya 1 menit.



A. MACAM – MACAM PCR
Adapun macam-macam tipe dan modifikasi dari PCR adalah sebagai berikut:
a.      Real-Time PCR
Real-Time PCR (Quantitative Real time Polymerase Chain Reaction atau Q-PCR) merupakan suatu metode analisa yang dikembangkan dari reaksi PCR. Teknik ini digunakan untuk mengamplifikasi (memperbanyak) sekaligus kuantifikasi (menghitung) jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi tersebut. Real time PCR memungkinkan dilalukan deteksi dan kuantifikasi (sebagai nilai absolut dari hasil perbanyakan DNA atau jumlah relatif setelah dinormalisasi terhadap input DNA atau gen-gen penormal yang ditambahkan) sekaligus terhadap sequens spesifik dari sampel DNA yang dianalisis. Pada analisa PCR konversional deteksi keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi dan pengamatan keberadaan DNA hasil amplifikasi dilakukan di gel agarose setelah dilakukan proses elektroforesis. Sedangkan analisa menggunakan Real Time PCR memungkinkan untuk dilakukan pengamatan pada saat reaksi berlangsung, keberadaan DNA hasil amplifikasi dapat diamati pada grafik yang muncul sebagai hasil akumulasi fluoresensi dari probe(penanda). Pada Real Time PCR pengamatan hasil tidak lagi membutuhkan tahap elektroforensis, sehingga tidak lagi dibutuhkan gel agarose dan penggunaan Ethidium Bromide (EtBr) yang merupakan senyawa karsinogenik. Cara kerja dari Real Time mengikuti prinsip umum reaksi PCR, utamanya adalah DNA yang telah diamplifikasi dihitung setelah diakumulasikan dalam reaksi secara real time sesudah setiap siklus amplifikasi selesai.

b.      Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
 Reverse Transcriptase-PCR juga sering dikenal dengan kinetic polymerase chain reaction. RT-PCR merupakan modifikasi dari PCR, dimana yang diamplifikasi berupa m-RNA. Pada metode PCR biasa sumber sampel yang digunakan adalah DNA yang diekstrak dari sel atau jaringan. Pada RT-PCR sampel yang digunakan bukan DNA melainkan RNA. Sebagaimana kita ketahui, RNA merupakan asam ribonukleat rantai tunggal, sedangkan DNA adalah asam ribonuleat rantai ganda. Ciri khas RNA adalah tidak terdapat gugus basa timin (T) melainkan diganti oleh urasil (U). Proses RT PCR dibantu oleh enzim Reverse Transcriptase, karena hanya enzim jenis ini yang dapat mensintesis DNA dengan cetakan RNA karena polimerase DNA hanya dapat mensintesis dengan menggunakan cetakan DNA. Pertama-tama RNA diubah dulu menjadi DNA dengan menggunkan enzime reverse transcriptase yang disebut dengan komplemen DNA (cDNA) . dalam hal ini disintesis cDNA dari perpasangan anatar gugus basa U dan A serta G dan C. Dari cDNA inilah dilipat gandakan segemn DNA yang mirip urutan basa nukleotidanya dengan RNA, hanya U diganti kembali ke T. Karena adanya penambahan proses sintesis cDNA, tahapan proses PCR bertambah pula. Tahap pertama terjadi proses anneling untuk memasangkan primer untuk memperpanjang segmen cDNA. Setelah terbentuk segmen cDNA ini, baru kemudian masuk kepada proses PCR biasa. RT-PCR peting digunakan sebagai alat diagnostik untuk mendeteksi dan menentukan serotipe virus, sebagai informasi untuk studi epidemiologi.
c.       Nested PCR
Nested PCR  adalah suatu teknik perbanyakan (replikasi) sampel DNA menggunakan bantuan enzim DNA polymerase yang menggunakan dua pasang primer untuk mengamplifikasi fragmen. Dengan menggunakan  nested PCR, jika ada fragmen yang salah diamplifikasi maka kemungkinan bagian tersebut diamplifikasi untuk kedua kalinya oleh primer yang kedua. Dengan demikian, nested PCR adalah PCR yang sangat spesifik dalam melakukan amplifikasi. Nested PCR dan PCR biasa berguna untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu dalam jumlah banyak. Dimana pada nested PCR digunakan 2 pasang primer sedangkan pada PCR biasa hanya menggunakan 1 pasang primer. Oleh karena itu hasil fragmen DNA dari nested PCR lebih spesifik (lebih pendek) dibandingkan dengan PCR biasa. Waktu yang diperlukan dalam reaksi nested PCR lebih lama daripada PCR biasa karena pada nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada PCR biasa hanya 1 kali reaksi PCR. Selain itu, keuntungan nested PCR adalah meminimalkan kesalahan amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang primer.
Mekanisme kerja dari nested PCR sendiri yakni pada Fase Denaturasi, Pertama-tama DNA mengalami denaturasi lalu memasuki fase penempelan. Fase Penempelan, sepasang primer pertama melekat di kedua utas tunggal DNA dan mengamplifikasi DNA di antara kedua primer tersebut dan terbentuklah produk PCR pertama. Fase pemanjangan, produk PCR pertama tersebut dijalankan pada proses PCR kedua di mana pasangan primer kedua (nested primer) akan mengenali sekuen DNA spesifik yang berada di dalam fragmen produk PCR pertama dan memulai amplifikasi bagian di antara kedua primer tersebut. Hasilnya adalah sekuens DNA yang lebih pendek daripada sekuens DNA hasil PCR pertama.
d.      Multiplex-PCR
Multiplex PCR merupakan beberapa set primer dalam campuran PCR tunggal untuk menghasilkan amplikon dari berbagai ukuran yang spesifik untuk sekuens DNA yang berbeda. Dengan penargetan gen sekaligus, informasi tambahan dapat diperoleh dari lari-tes tunggal yang tidak akan membutuhkan beberapa kali reagen dan lebih banyak waktu untuk melakukan. temperatur Annealing untuk masing-masing set primer harus dioptimalkan untuk bekerja dengan benar dalam reaksi tunggal, dan ukuran amplikon. Artinya, panjangnya pasangan basa harus berbeda cukup untuk membentuk band yang berbeda ketika divisualisasikan dengan elektroforesis gel .

e.       PCR-ELISA
PCR-ELISA merupakan metode yang digunakan untuk menangkap asam nukleat yang meniru prinsip dari enzim linked immunosorbant yang terkait. Dimana dalam sebuah pengujian hibridisasi hasil produk dari PCR akan terdeteksi dengan metode ini. Dengan metode inilah dapat dilakukan pengukuran sequen internal pada produk PCR. Metode ini lebih dipilih karena lebih murah dibandingkan metode Real Time PCR.
PCR-ELISA telah digunakan sejak akhir 1980-an dan telah berkembang untuk mendeteksi sequen tertentu dalam produk PCR. Meskipun banyak metode yang tersedia untuk mendeteksi sequen tersebut, ELISA PCR berguna untuk mendeteksi dan membedakan antara beberapa sasaran dari sequen yang diinginkan. ELISA PCR ini juga berguna untuk screening beberapa sampel, terutama bila jumlah sampel tidak menjamin. Salah satu aspek yang paling berguna dari PCR-ELISA adalah kemampuannya dalam membedakan antara produk reaksi perubahan polimerase yang dihasilkan dari seperangkat primer yang mengandung variasi sequen, yaitu sequen yang bervariasi antar primer. 


B. CONTOH APLIKASI PCR DALAM DUNIA VETERINER
1. Diagnosis cepat virus avian influenzatipe a subtipe h5 dari spesimen lapangan dengan metode onestep simplexrt-pcr.
2. Pengembangan nested PCR untuk deteksi bovine herpesvirus-1(bhv-1) pada sediaan usap mukosa hidung dan semen asal sapi.
3. Aplikasi polymerase chain reaction (PCR) dalam diagnosis penyakit malignant catarrhal fever (mcf) di indonesia.
4. Deteki dna canine parvovirus tipe 2 (cpv-2) isolat lokal menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR).









RESUME JURNAL
A review of RT-PCR technologies used in veterinary virology and disease control: Sensitive and specific diagnosis of five livestock diseases notifiable to the World Organisation for Animal Health
Real-Time, reverse transcription polymerase chain reaction (rRT-PCR) telah menjadi salah satu metode yang paling banyak digunakan di bidang diagnostik molekuler dan penelitian. Potensi format ini untuk memberikan deteksi yang sensitif, spesifik, cepat dan kuantifikasi virus RNA telah membuatnya menjadi alat yang sangat diperlukan untuk diagnostik virus patogen yang penting bagi manusia dan hewan. Integrasi dari tes ini yakni platform liquid otomatis untuk meningkatkan tingkat ekstraksi asam nukleat dan standardisasi dari sampel serta menurunkan potensi kontaminasi silang.
Kehandalan dari tes ini dapat lebih ditingkatkan dengan menggunakan kontrol internal untuk memvalidasi hasil tes. Berdasarkan karakteristik menguntungkan ini, banyak sistem kuat rRT-PCRs telah dikembangkan dan divalidasi untuk penyakit epizootic penting pada ternak. Dalam jurnal ini, meninjau tes rRT-PCR yang telah dikembangkan untuk mendeteksi virus RNA lima penyebab penyakit yang menaati untuk organisasi dunia untuk hewan Kesehatan (OIE), yaitu: kaki - dan - penyakit mulut, Hog cholera, bluetongue penyakit, flu dan penyakit Newcastle. Kinerja tes ini untuk virus diagnostik dan pengendalian penyakit dan prospek untuk meningkatkan strategi di masa depan dibahas.

Sumber:
Hoffmann, et al. 2009. A review of RT-PCR technologies used in veterinary virology and disease control: Sensitive and specific diagnosis of five livestock diseases notifiable to the World Organisation for Animal Health.  Available from journal homepage: www.elsevier.com/locat e/vetmic




USE OF PCR FOR DIRECT DETECTION OF CAMPYLOBACTER SPECIES IN BOVINE FECES

Jurnal ini membahas mengenai penggunaan PCR untuk langsung mendeteksi dan membedakan spesies Campylobacter dalam kotoran sapi tanpa pengayaan uraniumnya. Inhibitor yang ada dalam tinja adalah rintangan utama untuk menggunakan PCR dalam mendeteksi mikroorganisme. Metode mini kit ternyata tidak manjur untuk ekstraksi, seperti yang ditetapkan oleh amplifikasi positif dari internal kontrol DNA ditambahkan ke kotoran sapi sebelum ekstraksi. Campylobacter coli, C. janin, C. hyointestinalis, dan C. jejuni tersebut diletakkan atau seminested multiplex PCR, yang dideteksi pada semua sampel kotoran, kemudian diinokulasi di 104 CFU g-1 dan 50 hingga 83 % dari sampel diinokulasi di 103 CFU g-1 terbukti positif. Pada 102 CFU g-1 C. fetus, C. hyointestinalis, and C. jejuni ( 17 hingga 50 persen dari sampel ) selain C. coli terdeteksi oleh PCR. Dari kotoran sapi uninoculated, dipilih secara acak sebanyak 196 Campylobacter diisolasi ditemukan di empat yang umum digunakan di tiga media isolasi dalam inkubasi.
Kelompok yang paling sering ditemukan adalah C. jejuni ( 152) dan C. lanienae ( 42), tapi mengisolasi C. Janin. Janin, Arcobacter butzleri, dan. Skirrowii juga ditemukan. Frekuensi isolasi Campylobacters cukup bervariasi terpantau di antara empat media dan tiga suhu inkubasi yang diujikan. Dengan primer genus-specific, Campylobacter DNA itu terdeteksi di 75 persen sampel kotoran, terjadi 8 persen peningkatan dibandingkan dengan yang diperoleh dari sensitivitas isolasi mikrobiologi di empat media dan tiga suhu inkubasi yang diujikan. Dengan primer bersarang, C. jejuni dan C. lanienae tersebut yang masing-masing terdeteksi 25 dan 67 persen dari sampel. Tidak ada DNA yang terlihat baik dari C. coli, C. janin, atau C. hyointestinalis dideteksi pada kotoran sapi yang tidak diinokulasi. PCR lebih sensitif dari isolasi mikrobiologi pada media untuk mendeteksi C. lanienae ( 17 % ) tetapi tidak C. jejuni.
Campylobacters yang beragam dan pengembangan langsung PCR tidak hanya akan meningkatkan pemahaman tentang spesies Campylobacter yang beragam dan frekuensi kemunculannya dalam kotoran, tetapi juga akan meningkatkan pengetahuan tentang peran mereka dalam saluran pencernaan ternak dan dari sejumlah faktor yang mempengaruhi.

Sumber :
Douglas, et al. 2003. Use Of Pcr For Direct Detection Of Campylobacter Species In Bovine Feces. Articles from Applied and Environmental Microbiology are provided here courtesy of American Society for Microbiology (ASM).