Artikel ini merupakan tugas kuliah berupa makalah review sederhana. Sehingga tidak dapat dijadikan sumber primer. Pertanyaan lebih lanjut dapat hubungi saya di sitinurjannah.id@gmail.com. Thanks for read my blog :D semoga tugas kalian lancar
TEKNIK
ANALISIS BIOMOLEKULER
PCR
Oleh:
SITI NURJANNAH
115130100111001
PROGRAM
KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2013
PCR (Polymerase
Chain Reaction) adalah metode untuk amplifikasi potongan DNA secara in
vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer
oligonukleotida. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat
dari jumlah nanogram dari DNA template. Proses ini mirip dengan proses
replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif. Polymerase
Chain Reaction (PCR) ini dapat digunakan untuk amplifikasi urutan nukleotida,
menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi, pada
bidang kedokteran forensik serta melacak
asal-usul sesorang dengan membandingkan “finger print”. Tahap – tahap PCR yakni
a. Denaturasi
Selama proses denaturasi, double
stranded DNA akan membuka menjadi single stranded DNA. Hal ini karena suhu tinggi menyebabkan putusnya
ikatan hidrogen diantara basa nitrogen yang
komplemen. Tahap ini berlangsung sekitar
1 hingga 2 menit. Seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi
polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara
suhu 90 oC – 95 oC.
b. Penempelan primer
Pada tahap penempelan primer (annealing),
primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer.
Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk
antara primer dengan urutan komplemen pada template selama 1-2 menit. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50 oC
– 60 oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga
ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali
apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72 oC.
c. Reaksi polimerisasi (extension)
Reaksi
polimerisasi atau perpanjangan rantai terjadi pada
suhu 72 oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami
perpanjangan pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan template oleh DNA polimerase. Durasi tahap ini biasanya 1 menit.
A. MACAM – MACAM PCR
Adapun macam-macam tipe
dan modifikasi dari PCR adalah sebagai berikut:
a.
Real-Time
PCR
Real-Time
PCR (Quantitative Real time Polymerase
Chain Reaction atau Q-PCR) merupakan suatu metode analisa
yang dikembangkan dari reaksi PCR. Teknik
ini digunakan untuk mengamplifikasi (memperbanyak) sekaligus kuantifikasi (menghitung)
jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi tersebut. Real time PCR
memungkinkan dilalukan deteksi dan kuantifikasi (sebagai nilai absolut dari hasil
perbanyakan DNA atau jumlah relatif setelah dinormalisasi terhadap input DNA
atau gen-gen penormal yang ditambahkan) sekaligus terhadap sequens spesifik
dari sampel DNA yang dianalisis. Pada analisa PCR konversional deteksi
keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi dan pengamatan keberadaan DNA hasil
amplifikasi dilakukan di gel agarose setelah dilakukan proses elektroforesis.
Sedangkan analisa menggunakan Real Time PCR memungkinkan untuk dilakukan
pengamatan pada saat reaksi berlangsung, keberadaan DNA hasil amplifikasi dapat
diamati pada grafik yang muncul sebagai hasil akumulasi fluoresensi dari
probe(penanda). Pada Real Time PCR pengamatan hasil tidak lagi membutuhkan
tahap elektroforensis, sehingga tidak lagi dibutuhkan gel agarose dan
penggunaan Ethidium Bromide (EtBr) yang merupakan senyawa karsinogenik. Cara
kerja dari Real Time mengikuti prinsip umum reaksi PCR, utamanya adalah DNA
yang telah diamplifikasi dihitung setelah diakumulasikan dalam reaksi secara
real time sesudah setiap siklus amplifikasi selesai.
b.
Reverse
Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
Reverse Transcriptase-PCR juga sering dikenal
dengan kinetic polymerase chain reaction. RT-PCR merupakan modifikasi dari PCR,
dimana yang diamplifikasi berupa m-RNA. Pada metode PCR biasa sumber sampel
yang digunakan adalah DNA yang diekstrak dari sel atau jaringan. Pada RT-PCR
sampel yang digunakan bukan DNA melainkan RNA. Sebagaimana kita ketahui, RNA
merupakan asam ribonukleat rantai tunggal, sedangkan DNA adalah asam ribonuleat
rantai ganda. Ciri khas RNA adalah tidak terdapat gugus basa timin (T)
melainkan diganti oleh urasil (U). Proses RT PCR dibantu oleh enzim Reverse
Transcriptase, karena hanya enzim jenis ini yang dapat mensintesis DNA dengan
cetakan RNA karena polimerase DNA hanya dapat mensintesis dengan menggunakan
cetakan DNA. Pertama-tama RNA diubah dulu menjadi DNA dengan menggunkan enzime
reverse transcriptase yang disebut dengan komplemen DNA (cDNA) . dalam hal ini
disintesis cDNA dari perpasangan anatar gugus basa U dan A serta G dan C. Dari
cDNA inilah dilipat gandakan segemn DNA yang mirip urutan basa nukleotidanya
dengan RNA, hanya U diganti kembali ke T. Karena adanya penambahan proses
sintesis cDNA, tahapan proses PCR bertambah pula. Tahap pertama terjadi proses
anneling untuk memasangkan primer untuk memperpanjang segmen cDNA. Setelah
terbentuk segmen cDNA ini, baru kemudian masuk kepada proses PCR biasa. RT-PCR
peting digunakan sebagai alat diagnostik untuk mendeteksi dan menentukan
serotipe virus, sebagai informasi untuk studi epidemiologi.
c.
Nested
PCR
Nested PCR
adalah suatu teknik perbanyakan (replikasi) sampel DNA menggunakan
bantuan enzim DNA polymerase yang
menggunakan dua pasang primer untuk mengamplifikasi fragmen.
Dengan menggunakan nested PCR, jika ada fragmen yang salah diamplifikasi
maka kemungkinan bagian tersebut diamplifikasi untuk kedua kalinya oleh primer
yang kedua. Dengan demikian, nested PCR adalah PCR yang sangat spesifik dalam
melakukan amplifikasi.
Nested PCR dan PCR biasa berguna untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu
dalam jumlah banyak. Dimana pada nested PCR digunakan 2 pasang primer sedangkan
pada PCR biasa hanya menggunakan 1 pasang primer. Oleh karena itu hasil
fragmen DNA dari nested PCR lebih spesifik (lebih
pendek) dibandingkan dengan PCR biasa. Waktu yang
diperlukan dalam reaksi nested PCR lebih lama daripada PCR biasa karena pada
nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada PCR biasa hanya 1 kali
reaksi PCR. Selain itu, keuntungan nested PCR adalah meminimalkan kesalahan
amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang primer.
Mekanisme kerja
dari nested PCR sendiri yakni pada Fase Denaturasi, Pertama-tama DNA mengalami
denaturasi lalu memasuki fase penempelan. Fase Penempelan, sepasang primer
pertama melekat di kedua utas tunggal DNA dan mengamplifikasi DNA di antara
kedua primer tersebut dan terbentuklah produk PCR pertama. Fase
pemanjangan, produk PCR pertama tersebut dijalankan pada proses PCR kedua di
mana pasangan primer kedua (nested primer) akan mengenali sekuen DNA
spesifik yang berada di dalam fragmen produk PCR pertama dan memulai amplifikasi bagian
di antara kedua primer tersebut. Hasilnya adalah sekuens DNA yang lebih pendek
daripada sekuens DNA hasil PCR pertama.
d. Multiplex-PCR
Multiplex
PCR merupakan beberapa set primer dalam campuran PCR tunggal untuk menghasilkan
amplikon dari berbagai ukuran yang spesifik untuk sekuens DNA yang berbeda.
Dengan penargetan gen sekaligus, informasi tambahan dapat diperoleh dari
lari-tes tunggal yang tidak akan membutuhkan beberapa kali reagen dan lebih
banyak waktu untuk melakukan. temperatur Annealing untuk masing-masing set
primer harus dioptimalkan untuk bekerja dengan benar dalam reaksi tunggal, dan
ukuran amplikon. Artinya, panjangnya pasangan basa harus berbeda cukup untuk
membentuk band yang berbeda ketika divisualisasikan dengan elektroforesis gel .
e. PCR-ELISA
PCR-ELISA merupakan metode yang digunakan
untuk menangkap asam nukleat yang meniru prinsip dari enzim linked
immunosorbant yang terkait. Dimana dalam sebuah pengujian hibridisasi hasil
produk dari PCR akan terdeteksi dengan metode ini. Dengan metode inilah dapat
dilakukan pengukuran sequen internal pada produk PCR. Metode ini lebih dipilih
karena lebih murah dibandingkan metode Real Time PCR.
PCR-ELISA telah digunakan sejak akhir 1980-an
dan telah berkembang untuk mendeteksi sequen tertentu dalam produk PCR. Meskipun banyak metode yang tersedia
untuk mendeteksi sequen tersebut, ELISA PCR berguna untuk mendeteksi dan
membedakan antara beberapa sasaran dari sequen yang diinginkan. ELISA PCR ini juga berguna untuk
screening beberapa sampel, terutama bila jumlah sampel tidak menjamin. Salah
satu aspek yang paling berguna dari PCR-ELISA adalah kemampuannya dalam
membedakan antara produk reaksi perubahan polimerase yang dihasilkan dari
seperangkat primer yang mengandung variasi sequen, yaitu sequen yang bervariasi
antar primer.
B. CONTOH APLIKASI PCR DALAM DUNIA VETERINER
1. Diagnosis cepat virus avian
influenzatipe a subtipe h5 dari spesimen lapangan dengan metode onestep
simplexrt-pcr.
2. Pengembangan nested PCR untuk
deteksi bovine herpesvirus-1(bhv-1) pada sediaan usap mukosa hidung dan semen
asal sapi.
3. Aplikasi polymerase chain
reaction (PCR) dalam diagnosis penyakit malignant catarrhal fever (mcf) di indonesia.
4. Deteki dna canine
parvovirus tipe 2 (cpv-2) isolat lokal menggunakan teknik polymerase chain
reaction (PCR).
RESUME JURNAL
A
review of RT-PCR technologies used in veterinary virology and disease control:
Sensitive and specific diagnosis of five livestock diseases notifiable to the
World Organisation for Animal Health
Real-Time, reverse
transcription polymerase chain reaction
(rRT-PCR) telah menjadi salah satu metode yang paling banyak digunakan di
bidang diagnostik molekuler dan penelitian. Potensi format ini untuk memberikan
deteksi yang sensitif,
spesifik,
cepat dan kuantifikasi virus RNA telah membuatnya menjadi alat yang sangat
diperlukan untuk diagnostik virus patogen yang penting bagi manusia dan hewan. Integrasi dari tes ini yakni platform liquid otomatis untuk meningkatkan
tingkat ekstraksi asam nukleat dan standardisasi dari sampel serta menurunkan potensi kontaminasi
silang.
Kehandalan dari tes ini dapat lebih
ditingkatkan dengan menggunakan kontrol internal untuk memvalidasi hasil tes.
Berdasarkan karakteristik menguntungkan ini, banyak sistem kuat rRT-PCRs telah
dikembangkan dan divalidasi untuk penyakit epizootic penting pada ternak. Dalam jurnal ini, meninjau tes rRT-PCR
yang telah dikembangkan untuk mendeteksi virus RNA lima penyebab penyakit yang
menaati untuk organisasi dunia untuk hewan Kesehatan (OIE), yaitu: kaki - dan -
penyakit mulut, Hog cholera, bluetongue penyakit, flu dan penyakit Newcastle.
Kinerja tes ini untuk virus diagnostik dan pengendalian penyakit dan prospek
untuk meningkatkan strategi di masa depan dibahas.
Sumber:
Hoffmann,
et al. 2009. A review of RT-PCR
technologies used in veterinary virology and disease control: Sensitive and
specific diagnosis of five livestock diseases notifiable to the World
Organisation for Animal Health. Available
from journal homepage: www.elsevier.com/locat
e/vetmic
USE OF PCR FOR DIRECT DETECTION OF CAMPYLOBACTER SPECIES IN
BOVINE FECES
Jurnal ini membahas mengenai penggunaan PCR untuk
langsung mendeteksi dan membedakan spesies Campylobacter
dalam kotoran sapi tanpa pengayaan uraniumnya. Inhibitor yang ada dalam tinja adalah
rintangan utama untuk menggunakan PCR dalam mendeteksi mikroorganisme. Metode mini kit ternyata tidak manjur untuk ekstraksi, seperti yang ditetapkan
oleh amplifikasi positif dari internal kontrol DNA ditambahkan ke kotoran sapi
sebelum ekstraksi. Campylobacter coli, C.
janin, C. hyointestinalis, dan C. jejuni tersebut diletakkan atau
seminested multiplex PCR, yang dideteksi pada semua sampel kotoran, kemudian diinokulasi di 104
CFU g-1
dan
50 hingga 83 %
dari sampel diinokulasi di 103 CFU g-1 terbukti positif. Pada 102 CFU g-1 C. fetus,
C. hyointestinalis, and C. jejuni ( 17 hingga 50 persen dari
sampel ) selain
C. coli
terdeteksi oleh PCR. Dari kotoran sapi uninoculated, dipilih secara acak sebanyak 196 Campylobacter diisolasi ditemukan di empat yang umum digunakan di tiga media isolasi dalam inkubasi.
Kelompok yang paling
sering ditemukan adalah
C. jejuni ( 152) dan C. lanienae ( 42), tapi mengisolasi C. Janin. Janin, Arcobacter butzleri, dan. Skirrowii juga ditemukan.
Frekuensi isolasi Campylobacters cukup bervariasi terpantau di antara
empat media dan tiga suhu inkubasi yang diujikan. Dengan primer genus-specific,
Campylobacter DNA itu terdeteksi di
75 persen sampel kotoran, terjadi
8
persen peningkatan dibandingkan dengan yang diperoleh dari sensitivitas
isolasi mikrobiologi
di
empat media dan tiga suhu inkubasi yang diujikan. Dengan primer bersarang, C. jejuni dan C. lanienae tersebut yang masing-masing terdeteksi 25
dan 67 persen dari sampel. Tidak ada DNA yang terlihat baik dari C. coli, C. janin, atau C. hyointestinalis dideteksi
pada kotoran sapi yang tidak
diinokulasi. PCR lebih sensitif dari isolasi mikrobiologi pada media untuk mendeteksi
C. lanienae ( 17 % ) tetapi tidak C. jejuni.
Campylobacters
yang beragam dan pengembangan langsung PCR tidak hanya akan meningkatkan
pemahaman tentang spesies Campylobacter
yang beragam
dan frekuensi kemunculannya
dalam kotoran,
tetapi juga akan meningkatkan pengetahuan tentang peran mereka dalam saluran
pencernaan ternak dan dari sejumlah faktor yang mempengaruhi.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar