Selasa, 16 Desember 2014

Polymerase Chain Reaction PCR

Artikel ini merupakan tugas kuliah berupa makalah review sederhana. Sehingga tidak dapat dijadikan sumber primer. Pertanyaan lebih lanjut dapat hubungi saya di sitinurjannah.id@gmail.com. Thanks for read my blog :D semoga tugas kalian lancar

 
  
TEKNIK ANALISIS BIOMOLEKULER
PCR

Oleh:

SITI NURJANNAH
115130100111001




PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013


PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah metode untuk amplifikasi potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari jumlah nanogram dari DNA template. Proses ini mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif. Polymerase Chain Reaction (PCR) ini dapat digunakan untuk amplifikasi urutan nukleotida, menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi, pada bidang kedokteran forensik serta melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan “finger print”. Tahap – tahap PCR yakni
a.    Denaturasi
Selama proses denaturasi, double stranded DNA akan membuka menjadi single stranded DNA. Hal ini karena suhu tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa nitrogen yang komplemen. Tahap ini berlangsung sekitar 1 hingga 2 menit. Seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90 oC – 95 oC.
b. Penempelan primer
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada template selama 1-2 menit. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50 oC – 60 oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72 oC.
c. Reaksi polimerisasi (extension)
Reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai terjadi pada suhu 72 oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan template oleh DNA polimerase. Durasi tahap ini biasanya 1 menit.



A. MACAM – MACAM PCR
Adapun macam-macam tipe dan modifikasi dari PCR adalah sebagai berikut:
a.      Real-Time PCR
Real-Time PCR (Quantitative Real time Polymerase Chain Reaction atau Q-PCR) merupakan suatu metode analisa yang dikembangkan dari reaksi PCR. Teknik ini digunakan untuk mengamplifikasi (memperbanyak) sekaligus kuantifikasi (menghitung) jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi tersebut. Real time PCR memungkinkan dilalukan deteksi dan kuantifikasi (sebagai nilai absolut dari hasil perbanyakan DNA atau jumlah relatif setelah dinormalisasi terhadap input DNA atau gen-gen penormal yang ditambahkan) sekaligus terhadap sequens spesifik dari sampel DNA yang dianalisis. Pada analisa PCR konversional deteksi keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi dan pengamatan keberadaan DNA hasil amplifikasi dilakukan di gel agarose setelah dilakukan proses elektroforesis. Sedangkan analisa menggunakan Real Time PCR memungkinkan untuk dilakukan pengamatan pada saat reaksi berlangsung, keberadaan DNA hasil amplifikasi dapat diamati pada grafik yang muncul sebagai hasil akumulasi fluoresensi dari probe(penanda). Pada Real Time PCR pengamatan hasil tidak lagi membutuhkan tahap elektroforensis, sehingga tidak lagi dibutuhkan gel agarose dan penggunaan Ethidium Bromide (EtBr) yang merupakan senyawa karsinogenik. Cara kerja dari Real Time mengikuti prinsip umum reaksi PCR, utamanya adalah DNA yang telah diamplifikasi dihitung setelah diakumulasikan dalam reaksi secara real time sesudah setiap siklus amplifikasi selesai.

b.      Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
 Reverse Transcriptase-PCR juga sering dikenal dengan kinetic polymerase chain reaction. RT-PCR merupakan modifikasi dari PCR, dimana yang diamplifikasi berupa m-RNA. Pada metode PCR biasa sumber sampel yang digunakan adalah DNA yang diekstrak dari sel atau jaringan. Pada RT-PCR sampel yang digunakan bukan DNA melainkan RNA. Sebagaimana kita ketahui, RNA merupakan asam ribonukleat rantai tunggal, sedangkan DNA adalah asam ribonuleat rantai ganda. Ciri khas RNA adalah tidak terdapat gugus basa timin (T) melainkan diganti oleh urasil (U). Proses RT PCR dibantu oleh enzim Reverse Transcriptase, karena hanya enzim jenis ini yang dapat mensintesis DNA dengan cetakan RNA karena polimerase DNA hanya dapat mensintesis dengan menggunakan cetakan DNA. Pertama-tama RNA diubah dulu menjadi DNA dengan menggunkan enzime reverse transcriptase yang disebut dengan komplemen DNA (cDNA) . dalam hal ini disintesis cDNA dari perpasangan anatar gugus basa U dan A serta G dan C. Dari cDNA inilah dilipat gandakan segemn DNA yang mirip urutan basa nukleotidanya dengan RNA, hanya U diganti kembali ke T. Karena adanya penambahan proses sintesis cDNA, tahapan proses PCR bertambah pula. Tahap pertama terjadi proses anneling untuk memasangkan primer untuk memperpanjang segmen cDNA. Setelah terbentuk segmen cDNA ini, baru kemudian masuk kepada proses PCR biasa. RT-PCR peting digunakan sebagai alat diagnostik untuk mendeteksi dan menentukan serotipe virus, sebagai informasi untuk studi epidemiologi.
c.       Nested PCR
Nested PCR  adalah suatu teknik perbanyakan (replikasi) sampel DNA menggunakan bantuan enzim DNA polymerase yang menggunakan dua pasang primer untuk mengamplifikasi fragmen. Dengan menggunakan  nested PCR, jika ada fragmen yang salah diamplifikasi maka kemungkinan bagian tersebut diamplifikasi untuk kedua kalinya oleh primer yang kedua. Dengan demikian, nested PCR adalah PCR yang sangat spesifik dalam melakukan amplifikasi. Nested PCR dan PCR biasa berguna untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu dalam jumlah banyak. Dimana pada nested PCR digunakan 2 pasang primer sedangkan pada PCR biasa hanya menggunakan 1 pasang primer. Oleh karena itu hasil fragmen DNA dari nested PCR lebih spesifik (lebih pendek) dibandingkan dengan PCR biasa. Waktu yang diperlukan dalam reaksi nested PCR lebih lama daripada PCR biasa karena pada nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada PCR biasa hanya 1 kali reaksi PCR. Selain itu, keuntungan nested PCR adalah meminimalkan kesalahan amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang primer.
Mekanisme kerja dari nested PCR sendiri yakni pada Fase Denaturasi, Pertama-tama DNA mengalami denaturasi lalu memasuki fase penempelan. Fase Penempelan, sepasang primer pertama melekat di kedua utas tunggal DNA dan mengamplifikasi DNA di antara kedua primer tersebut dan terbentuklah produk PCR pertama. Fase pemanjangan, produk PCR pertama tersebut dijalankan pada proses PCR kedua di mana pasangan primer kedua (nested primer) akan mengenali sekuen DNA spesifik yang berada di dalam fragmen produk PCR pertama dan memulai amplifikasi bagian di antara kedua primer tersebut. Hasilnya adalah sekuens DNA yang lebih pendek daripada sekuens DNA hasil PCR pertama.
d.      Multiplex-PCR
Multiplex PCR merupakan beberapa set primer dalam campuran PCR tunggal untuk menghasilkan amplikon dari berbagai ukuran yang spesifik untuk sekuens DNA yang berbeda. Dengan penargetan gen sekaligus, informasi tambahan dapat diperoleh dari lari-tes tunggal yang tidak akan membutuhkan beberapa kali reagen dan lebih banyak waktu untuk melakukan. temperatur Annealing untuk masing-masing set primer harus dioptimalkan untuk bekerja dengan benar dalam reaksi tunggal, dan ukuran amplikon. Artinya, panjangnya pasangan basa harus berbeda cukup untuk membentuk band yang berbeda ketika divisualisasikan dengan elektroforesis gel .

e.       PCR-ELISA
PCR-ELISA merupakan metode yang digunakan untuk menangkap asam nukleat yang meniru prinsip dari enzim linked immunosorbant yang terkait. Dimana dalam sebuah pengujian hibridisasi hasil produk dari PCR akan terdeteksi dengan metode ini. Dengan metode inilah dapat dilakukan pengukuran sequen internal pada produk PCR. Metode ini lebih dipilih karena lebih murah dibandingkan metode Real Time PCR.
PCR-ELISA telah digunakan sejak akhir 1980-an dan telah berkembang untuk mendeteksi sequen tertentu dalam produk PCR. Meskipun banyak metode yang tersedia untuk mendeteksi sequen tersebut, ELISA PCR berguna untuk mendeteksi dan membedakan antara beberapa sasaran dari sequen yang diinginkan. ELISA PCR ini juga berguna untuk screening beberapa sampel, terutama bila jumlah sampel tidak menjamin. Salah satu aspek yang paling berguna dari PCR-ELISA adalah kemampuannya dalam membedakan antara produk reaksi perubahan polimerase yang dihasilkan dari seperangkat primer yang mengandung variasi sequen, yaitu sequen yang bervariasi antar primer. 


B. CONTOH APLIKASI PCR DALAM DUNIA VETERINER
1. Diagnosis cepat virus avian influenzatipe a subtipe h5 dari spesimen lapangan dengan metode onestep simplexrt-pcr.
2. Pengembangan nested PCR untuk deteksi bovine herpesvirus-1(bhv-1) pada sediaan usap mukosa hidung dan semen asal sapi.
3. Aplikasi polymerase chain reaction (PCR) dalam diagnosis penyakit malignant catarrhal fever (mcf) di indonesia.
4. Deteki dna canine parvovirus tipe 2 (cpv-2) isolat lokal menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR).









RESUME JURNAL
A review of RT-PCR technologies used in veterinary virology and disease control: Sensitive and specific diagnosis of five livestock diseases notifiable to the World Organisation for Animal Health
Real-Time, reverse transcription polymerase chain reaction (rRT-PCR) telah menjadi salah satu metode yang paling banyak digunakan di bidang diagnostik molekuler dan penelitian. Potensi format ini untuk memberikan deteksi yang sensitif, spesifik, cepat dan kuantifikasi virus RNA telah membuatnya menjadi alat yang sangat diperlukan untuk diagnostik virus patogen yang penting bagi manusia dan hewan. Integrasi dari tes ini yakni platform liquid otomatis untuk meningkatkan tingkat ekstraksi asam nukleat dan standardisasi dari sampel serta menurunkan potensi kontaminasi silang.
Kehandalan dari tes ini dapat lebih ditingkatkan dengan menggunakan kontrol internal untuk memvalidasi hasil tes. Berdasarkan karakteristik menguntungkan ini, banyak sistem kuat rRT-PCRs telah dikembangkan dan divalidasi untuk penyakit epizootic penting pada ternak. Dalam jurnal ini, meninjau tes rRT-PCR yang telah dikembangkan untuk mendeteksi virus RNA lima penyebab penyakit yang menaati untuk organisasi dunia untuk hewan Kesehatan (OIE), yaitu: kaki - dan - penyakit mulut, Hog cholera, bluetongue penyakit, flu dan penyakit Newcastle. Kinerja tes ini untuk virus diagnostik dan pengendalian penyakit dan prospek untuk meningkatkan strategi di masa depan dibahas.

Sumber:
Hoffmann, et al. 2009. A review of RT-PCR technologies used in veterinary virology and disease control: Sensitive and specific diagnosis of five livestock diseases notifiable to the World Organisation for Animal Health.  Available from journal homepage: www.elsevier.com/locat e/vetmic




USE OF PCR FOR DIRECT DETECTION OF CAMPYLOBACTER SPECIES IN BOVINE FECES

Jurnal ini membahas mengenai penggunaan PCR untuk langsung mendeteksi dan membedakan spesies Campylobacter dalam kotoran sapi tanpa pengayaan uraniumnya. Inhibitor yang ada dalam tinja adalah rintangan utama untuk menggunakan PCR dalam mendeteksi mikroorganisme. Metode mini kit ternyata tidak manjur untuk ekstraksi, seperti yang ditetapkan oleh amplifikasi positif dari internal kontrol DNA ditambahkan ke kotoran sapi sebelum ekstraksi. Campylobacter coli, C. janin, C. hyointestinalis, dan C. jejuni tersebut diletakkan atau seminested multiplex PCR, yang dideteksi pada semua sampel kotoran, kemudian diinokulasi di 104 CFU g-1 dan 50 hingga 83 % dari sampel diinokulasi di 103 CFU g-1 terbukti positif. Pada 102 CFU g-1 C. fetus, C. hyointestinalis, and C. jejuni ( 17 hingga 50 persen dari sampel ) selain C. coli terdeteksi oleh PCR. Dari kotoran sapi uninoculated, dipilih secara acak sebanyak 196 Campylobacter diisolasi ditemukan di empat yang umum digunakan di tiga media isolasi dalam inkubasi.
Kelompok yang paling sering ditemukan adalah C. jejuni ( 152) dan C. lanienae ( 42), tapi mengisolasi C. Janin. Janin, Arcobacter butzleri, dan. Skirrowii juga ditemukan. Frekuensi isolasi Campylobacters cukup bervariasi terpantau di antara empat media dan tiga suhu inkubasi yang diujikan. Dengan primer genus-specific, Campylobacter DNA itu terdeteksi di 75 persen sampel kotoran, terjadi 8 persen peningkatan dibandingkan dengan yang diperoleh dari sensitivitas isolasi mikrobiologi di empat media dan tiga suhu inkubasi yang diujikan. Dengan primer bersarang, C. jejuni dan C. lanienae tersebut yang masing-masing terdeteksi 25 dan 67 persen dari sampel. Tidak ada DNA yang terlihat baik dari C. coli, C. janin, atau C. hyointestinalis dideteksi pada kotoran sapi yang tidak diinokulasi. PCR lebih sensitif dari isolasi mikrobiologi pada media untuk mendeteksi C. lanienae ( 17 % ) tetapi tidak C. jejuni.
Campylobacters yang beragam dan pengembangan langsung PCR tidak hanya akan meningkatkan pemahaman tentang spesies Campylobacter yang beragam dan frekuensi kemunculannya dalam kotoran, tetapi juga akan meningkatkan pengetahuan tentang peran mereka dalam saluran pencernaan ternak dan dari sejumlah faktor yang mempengaruhi.

Sumber :
Douglas, et al. 2003. Use Of Pcr For Direct Detection Of Campylobacter Species In Bovine Feces. Articles from Applied and Environmental Microbiology are provided here courtesy of American Society for Microbiology (ASM).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar